Langsung ke konten utama

Gnothi Sauton Nietzche



Dalam tulisan sebelumnya, saya sudah memaparkan pokok penting dari filsafat Nietzche yaitu,
"Keulangkembalian abadi dari yang sama" (Die ewige Winderkehr des Gleichen). Keulangkembalian abadi dari yang sama ini membahas tentang bagaimana manusia harus berani menanggung apa yang tidak dapat diubah, melainkan juga harus mencintainya atau dengan istilah lain disebut sebagai Amor Fati

Nietzche dalam filsafatnya juga berbicara  tentang "Gnothi Sauton" atau "Kenalilah Dirimu Sendiri". Sebenarnya Gnothi Sauton  yang di kemukakan oleh Nietzche ini adalah salah satu pepatah dari Yunani kuno yang tertulis di pintu masuk Kuil Delphi Gnothi Seauton (kadang ditulis Gnothi Sauton, artinya kenalilah dirimu sendiri). Apa yang menjadi maksud dari kenalilah dirimu sendiri ini? Bagi orang Yunani sendiri, tulisan ini memiliki makna yang religius. Dalam arti bahwa manusia diingatkan bahwa dirinya adalah manusia saat ia mau berkonsultasi pada dewa Apollo lewat para imamnya di kuil suci tersebut.

Bagi Nietzche, arti mengenali diri sendiri ini adalah benar-benar bagaimana manusia mengenali dirinya sendiri tanpa referensi pada sesuatu yang eksternal yang kudus. Bila masih ada kesalehan yang dipertahankan, itu tidak ditujukan kepada seorang dewa atau Tuhan, tetapi pada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, sebenarnya filsafat Nietzche ini bukan diperuntukan untuk orang lain, melainkan hanya untuk dirinya sendiri. Nietzche juga tidak ingin pemikirannya diikuti dan ditiru. Salah besar jika kita beranggapan bahwa filsaftnya ini diperuntukan untuk publik. Kenapa bisa seperti itu? salah satu contoh mengapa filsafatnya Nietzche hanya diperuntukan untuk dirinya sendiri dan dia tidak ingin diikuti oleh orang lain. Misalnya dalam pengantar La Gaya Scienza-GS (Pengetahuan yang mengasikkan) "buku ketiga" 255, Nietzche mengingatkan para peniru sebagai berikut: 

"Para Peniru". A: Harus omong apa ya? Kau tidak ingin seorang peniru? B: Aku sama sekali tidak mau menjadi contoh untuk ditiru: aku ingin setiap orang menjadi contoh untuk dirinya sendiri persis seperti yang Aku buat. A: Jadi?"

Dan pada La Gaya Scienza-GS "Olok-Olok, Kelicikan, dan Dendam" 7, Nietzche menulis:

"Vademecum-Vadetecum. Gaya dan bahasaku merayumu? Apa? Kau hendak mengikuti aku langkah demi langkah? Lebih baik perhatikan dirimu sendiri. Dan dengan cara begitu kamu akan mengikutiku dengan pelan-pelan!"

Jadi dari beberapa ungkapan yang ditulis oleh Nietzche ini, bahwa orang lain bisa memahami filsafat Nietzche ini hanya dengan cara bagaimana kita menjadi diri sendiri. Kita tidak akan pernah memahami personalitas Nietzche jikalau kita tidak bisa memahami diri kita sendiri. Sehingga jika para pengikut filsuf lain seperti Marx, para pengikut doktrin Marx akan mendeklarasikan diri mereka sebagai kaum Marxis. Tetapi adakah pengikut untuk Nietzche? tidak ada. Untuk mengikuti dan memahami Nietzche, tidak bisa lain kecuali dengan menjadi diri sendiri seperti yang sudah disarankan oleh Nietzche diatas.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Socrates dan Daimonion-nya

Apa yang membuat Socrates konsisten melakoni urip in pepadhang sehingga berani melawan cara berpolitik polis yang ia taati? Socrates sangat setia dengan hukum polis sehingga meski tahu bahwa ia bisa melarikan diri dari hukuman tidak adil yang dijatuhkan padanya, toh ia menolak tawaran melarikan diri dari kawan-kawannya ( Kriton, 48a-54a). Di dalam buku Apologia Socrates sendiri menjelaskan bahwa hidupnya hanyalah mengikuti bisikan daimonion -nya. Dalam tulisan pada Apologia terjemahan dari Ioanes Rakhmat ( Apologia 31c-e), Socrates mengatakan demikian: "Tapi alasan aku mengapa demikian sudah kukemukakan (d) dibanyak tempat dan kalian sudah sering mendengarnya: bahwa aku kerap didatangi suatu suara ilahi (theion) atau suara daimonion tertentu, sesuatu yang disinggung dan dicemooh oleh Meletus dalam dakwaannya. Ini sudah terjadi sejak aku kanak-kanak: semacam suara yang datang, dan yang senantiasa, ketika mendatangiku, mencegahku melakukan sesuatu yang mau aku lakukan, namun

Simbol Phobia

Oleh: Taufik Hidayat Sejak lahirnya Islam yang di bawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, simbol-simbol keagamaan, budaya, dan bahasa sudah tidak asing lagi di kalangan bangsa arab. Hal tersebut terjadi karena pada waktu itu Muhammad dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan agama lain, seperti hal nya Yahudi dan Nasrani. Tetapi pada waktu itu, Muhammad dan para sahabat tidak phobia akan simbol-simbol tersebut, karena beliau tau bahwa simbol itu bagian dari identitas agama tertentu yang memang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan ini sebenarnya hanya dimiliki oleh agama Semitik yang memang adalah suatu agama yang lahir dari satu keturunan, yaitu Ibrahim. Melalui Ibrahim lahirlah dua sosok manusia yang menjadi lambang lahirnya peradaban agama Semitik hingga saat ini. Misalnya Ismail putra Hajar, dia adalah lambang dari lahirnya peradaban Islam, bagitupun Ishaq putra Sarah, dia adalah lambang lahirnya peradaban Yahudi dan Nasrani melalui keturunannya.  Dari sejar