Langsung ke konten utama

Simbol Phobia



Oleh: Taufik Hidayat

Sejak lahirnya Islam yang di bawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, simbol-simbol keagamaan, budaya, dan bahasa sudah tidak asing lagi di kalangan bangsa arab. Hal tersebut terjadi karena pada waktu itu Muhammad dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan agama lain, seperti hal nya Yahudi dan Nasrani. Tetapi pada waktu itu, Muhammad dan para sahabat tidak phobia akan simbol-simbol tersebut, karena beliau tau bahwa simbol itu bagian dari identitas agama tertentu yang memang saling berkaitan satu sama lain.

Keterkaitan ini sebenarnya hanya dimiliki oleh agama Semitik yang memang adalah suatu agama yang lahir dari satu keturunan, yaitu Ibrahim. Melalui Ibrahim lahirlah dua sosok manusia yang menjadi lambang lahirnya peradaban agama Semitik hingga saat ini. Misalnya Ismail putra Hajar, dia adalah lambang dari lahirnya peradaban Islam, bagitupun Ishaq putra Sarah, dia adalah lambang lahirnya peradaban Yahudi dan Nasrani melalui keturunannya. 

Dari sejarah itu, maka tidak bisa kita pungkiri bahwa simbol-simbol yang berkaitan dengan ritus keagamaan, budaya, dan bahasa, tidak pernah lepas dari ketiga agama Semitik ini. Karena memang sejatinya, ketiga agama ini memiliki keterkaitan satu sama lain.  Dari hal itu, maka kita harus lebih cerdas merespon hal-hal tersebut supaya kita sebagai umat beragama tidak terlalu phobia dengan simbol-simbol keagamaan yang katanya itu berkaitan dengan ketauhidan kita.

Pada zaman ini, jika dilihat ada beberapa segelincir orang yang terkadang mempermasalahkan simbol ataupun bahasa agama lain. Kita dilarang mengucapkan kalimat ini, kalimat itu, karena kalimat tersebut berkaitan dengan agama Yahudi, Nasrani, ataupun Islam, sehingga jika kita mengucapkan itu, nanti akan berpengaruh kepada keimanan kita. Sebenarnya berbicara masalah bahasa, seperti yang saya katakan di atas, dari ketiga agama Semitik ini memang berkaitan satu sama lain karena ketiga agama ini lahir dari satu rahim dan memang satu rumpun bahasa yang berasal dari bahasa Aramaik.

Bahasa Aramaik adalah bahasa induk yang melahirkan dua bahasa yang dianut oleh Islam dan Yahudi seperti bahasa Arab dan Ibrani. Karena akar dari kedua bahasa tersebut (Arab-Ibrani), berasal dari  bahasa Aramaik. Salah satu contoh, misalnya:

 אֱלָהָא.'ELAHA' atau אֱלָהּ - 'ELAH (Aramaik)
 "אלוה - 'ELOAH" (Ibrani)
 الله - ALLAH (Arab)
Penyebutan di atas memiliki akar kata yang sama.
Aram: 'alap - lamad - he' 
Ibrani 'alef - lamed - he' 
Arab: 'alif - lam – haa.

Contoh lain yang memang memiliki kemiripan dialek, misalnya:

Shalom Alaichem-Assalamualaikum, Ehad-Ahad.

Ini beberapa contoh saja yang memang memiliki kemiripan dari dua bahasa tersebut. Seperti halnya jika orang Ibrani yang beragama Islam, mereka akan mengucapkan Allah dengan sebutan Elohim, Adonay. Karena itu adalah bahasa yang mereka pakai untuk penyebutan nama Allah. Jika kita lihat juga al-Quran yang mereka pakai, mereka memakai al-Quran berbahasa Ibrani. Sebaliknya, jika orang arab yang beragama Yahudi atau Nasrani, mereka akan menyebut Elohim dengan sebutan Allah, dan alkitabnya pun berbahasa Arab. Sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh yang lain yang memang pada dasarnya dari kedua bahasa ini ada kaitan dan kemiripan nya satu sama lain. 

Jadi kesimupulannya adalah, bagaimana kita sebagai umat beragama tidak perlu terlalu membesar-besarkan atau terlalu phobia dengan simbo-simbol ataupun ritus-ritus keagamaan yang berbeda dengan kita. Toh hal itu memang pada dasarnya berasal dari induk yang sama dan berkaitan satu sama lain, yang memang secara penerapannya saja berbeda. Dan saya rasa hal-hal semacam itu tidak akan berpengaruh dengan keimanan kita, karena iman tidak nya manusia bukan diukur dari simbol-simbol tersebut, melainkan bagaimana kita bisa mengaplikasikan iman tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari.

Komentar

  1. Betul sekali... Bila dikait kaitkan pada simbol agama tertentu maka semuanya bisa saja berkaitan, sekarang tetap dikembalikan pada niat dan keyakinan. Misal nya palang kayu di bawah atap rumah berbentuk salib apa harus kita bongkar krn mirip lambang agama nashrani, atau pohon cemara apa jarus ditebang krn mirip natal dst...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Socrates dan Daimonion-nya

Apa yang membuat Socrates konsisten melakoni urip in pepadhang sehingga berani melawan cara berpolitik polis yang ia taati? Socrates sangat setia dengan hukum polis sehingga meski tahu bahwa ia bisa melarikan diri dari hukuman tidak adil yang dijatuhkan padanya, toh ia menolak tawaran melarikan diri dari kawan-kawannya ( Kriton, 48a-54a). Di dalam buku Apologia Socrates sendiri menjelaskan bahwa hidupnya hanyalah mengikuti bisikan daimonion -nya. Dalam tulisan pada Apologia terjemahan dari Ioanes Rakhmat ( Apologia 31c-e), Socrates mengatakan demikian: "Tapi alasan aku mengapa demikian sudah kukemukakan (d) dibanyak tempat dan kalian sudah sering mendengarnya: bahwa aku kerap didatangi suatu suara ilahi (theion) atau suara daimonion tertentu, sesuatu yang disinggung dan dicemooh oleh Meletus dalam dakwaannya. Ini sudah terjadi sejak aku kanak-kanak: semacam suara yang datang, dan yang senantiasa, ketika mendatangiku, mencegahku melakukan sesuatu yang mau aku lakukan, namun

Gnothi Sauton Nietzche

Dalam tulisan sebelumnya, saya sudah memaparkan pokok penting dari filsafat Nietzche yaitu, "Keulangkembalian abadi dari yang sama" (Die ewige Winderkehr des Gleichen). Keulangkembalian abadi dari yang sama ini membahas tentang bagaimana manusia harus berani menanggung apa yang tidak dapat diubah, melainkan juga harus mencintainya atau dengan istilah lain disebut sebagai Amor Fati .  Nietzche dalam filsafatnya juga berbicara  tentang "Gnothi Sauton" atau "Kenalilah Dirimu Sendiri" . Sebenarnya Gnothi Sauton  yang di kemukakan oleh Nietzche ini adalah salah satu pepatah dari Yunani kuno yang tertulis di pintu masuk Kuil Delphi Gnothi Seauton (kadang ditulis Gnothi Sauton, artinya kenalilah dirimu sendiri ). Apa yang menjadi maksud dari kenalilah dirimu sendiri ini? Bagi orang Yunani sendiri, tulisan ini memiliki makna yang religius. Dalam arti bahwa manusia diingatkan bahwa dirinya adalah manusia saat ia mau berkonsultasi pada dewa Apollo lewat