Langsung ke konten utama

Benarkah Nabi Muhammad Lahir Pada 12 Rabi'ul Awal?


Oleh: Taufik Hidayat

Di daerah terpencil di Jazirah Arabia abad ke-6 tepatnya 12 Rabi’ul awal konon katanya lahir seorang sosok bernama Muhammad. Dari kelahirannya itulah Islam hadir ditengah-tengah bangsa Arab yang pada waktu itu jauh dari kebenaran, hingga akhirnya Islam menyebar ke pelosok dunia hingga saat ini. 12 rabi’ul awal menjadi bulan yang penuh sejarah dan rahmat bagi umat Islam hingga sebagian umat Islam khususnya di Indonesia merayakan kelahirannya.

Tetapi yang menjadi pertanyaan disini, apakah benar sang Nabi ini lahir pada 12 rabi’ul awal? Jika kita melihat dari sumber-sumber Muslim awal/tradisional, tidak pernah satupun disebutkan tahun berapa Nabi lahir kecuali hanya sebutan “tahun gajah” yang merujuk pada peristiwa penyerangan tentara Abrahah dari Yaman ke kota Mekkah, karena pada saat itu konon katanya bertepatan dengan lahirnya sang Nabi. Akan tetapi tidak ada sumber yang jelas kapan “tahun gajah” itu terjadi. Sebenarnya tidak cukup banyak dan pasti sumber-sumber Muslim tradisional yang mengkisahkan kelahiran sang Nabi ini, meskipun rujukannya kepada sumber-sumber sejarah karena sumber sejarahpun tidak menyakinkan memberikan jawaban pastinya kapan Nabi Muhammad lahir karena ditulis jauh belakangan dari peristiwa yang berkisar lebih satu abad dari wafatnya Nabi.

Kitab biografi paling awal yang sampai kepada kita sampai saat ini hanya dari Ibnu Ishaq (w. 767) yang hidup lebih dari seratus tahun setelah nabi. Menurut Mun’im Sirry, kitab Ibnu Ishaq itu pun tidak bisa dilacak pada karyanya langsung, melainkan hasil suntingan Ibnu Hisyam (w. 834) yang hidup di awal abad ke-9. Dalam kajian kritik historis, kitab Ibnu Ishaq itu tidak lulus tes paling dasar sebagai sumber sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Dari beberapa sumber Muslim tradisional yang kurang
begitu jelas mengkonfirmasi lahirnya nabi, tapi kenapa penulis Muslim menyebutkan kelahiran nabi pada tahun gajah? Mun’im Sirry memberikan penjelasan bahwa peristiwa ajaib itu paling mudah diingat orang Arab. Cerita tentang kegagalan tentara bergajah sangat manakjubkan. Dan kelahiran Nabi yang agung diasosiasikan dengan peristiwa agung pula. Jadi, bukan karena itu bersifat historis, melainkan upaya mengidealkan Nabi. Artinya, Nabi yang agung lahir pada tahun yang agung pula. Jadi penjelasan beliau ini menguatkan penyangkalan bahwa kisah kelahiran nabi ini tidak bisa dilacak secara historis dan penetapan kelahiran nabi pada tahun gajah tidak didasarkan dari data-data historis pula, sehingga sumber-sumber tradisional ini ada sedikit bermasalah/kecacatan yang diantaranya ialah karena sumber ini ditulis lebih dari satu abad lamanya setelah kejadian, mengandung berbagai kotradiksi, dan banyak dipengaruhi oleh dogma-dogma yang berkembang belakangan. Kenapa sumber tradisional ada sedikit kecacatan? Coba kembali kita lihat sumber yang paling awal dari kejadian seperti tulisan Ibnu Ishaq yang sudah disebutkan sebelumnya misalnya, dari mana Ibnu Ishaq mendapatkan sumber-sumber tersebut? Saya rasa Ibnu Ishaq mendapatkan sumber yang dia tulis dari berbagai himpunan dan kisah-kisah tentang kehidupan dan kelahiran nabi dari sumber sebelumnya yang lebih banyak condong kepada sumber lisan atau laporan secara lisan saja meskipun dia melakukan penyeleksian dari sumber-sumber yang dia terima yang memang dianggapnya sahih dan akurat akan tetapi mana kriteria sahih dan tidak sahih itu masih bersifat subjektif. Seperti halnya yang dijelaskan dalam buku “Kemunculan Islam Dalam Kesarjanaan Revisionis” hal. 208 misalnya, seperti ulama muhaddits Ahmad bin Hambal (w. 241/855) menganggap riwayat-riwayat dalam sirah Ibnu Ishaq tidak dapat diterima dengan alasan karena penulis sirah tersebut tidak menerapkan metode kritik sanad dalam menyeleksi riwayat-riwayat sebagaimana dilakukan penghimpun hadish seperti Bukhari.

Dengan beberapa kotradiksi tersebut, sehingga Mun’im Sirry dalam bukunya “Kemunculan Islam Dalam Kesarjanaan Revisionis” hal. 239 menyimpulkan bahwa penulisan biografi seorang figur idola ini kerap dibangun di atas narasi-narasi non-historis yang dimaksudkan demi glorifikasi. Sungguh sulit dibedakan antara riwayat hidup yang didasarkan pada fakta atau mitos belaka. Banyak aspek dalam narasi hidup Nabi sebenarnya bersifat eksegetikal atas teks-teks al-Qur’an. Kaitan tahun kelahiran Nabi dengan surat al-Fil merupakan salah satu contoh bagaimana suatu episode dalam hidup Nabi dinarasikan sedemikian rupa supaya serasi dengan peristiwa mukjizat dalam al-Qur’an. Dalam konteks geografis Arabia dan penggunaan gajah, tak ada catatan dalam sejarah di mana gajah digunakan dalam peperangan. Di Sasanid, Persia, gajah sering digunakan dalam peperangan. Hal serupa tak dikenal di jazirah Arabia. Sebenarnya dalam surat al-Fil sama sekali tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa kisah yang melibatkan orang-orang penunggang gajah itu terkait dengan peristiwa tertentu di zaman Nabi. Adalah para penafsir yang mengaitkan surat itu dengan tahun kelahiran Nabi. Bagi Muslim awal, kisah dalam surat al-Fil itu begitu agung yang memperlihatkan mukjizat Ilahi.

Jika kita lihat lagi terkait waktu persisnya nabi meninggal, tidak ada sumber yang jelas menyebutkan kapan nabi meninggal karena dari berbagai riwayat banyak perbedaan penyebutan terkait tahun meninggalnya nabi. Kenapa banyak perbedaan pendapat dalam riwayat tersebut? Sebenarnya yang menjadi persoalan dari perbedaan riwayat ini adalah ketidakadaan bukti-bukti dokumenter dari dalam tradisi Islam sendiri yang menguatkan satu diantara pendapat-pendapat tersebut.

Apabila kita mengupas sekilas tentang Rabi’ul Awal, memang bulan ini adalah bulan yang penuh sejarah yang menjadi keyakinan umat Islam tentang kelahiran nabi Muhammad, jika kita lihat juga dalam kalender Yahudi dalam “the Wycliffe Bible Commentary Volume 1” yang adalah salah satu tafsiran perjanjian lama, Talmud, dan beberapa buku sejarah Yahudi, bahwa Rabi’ul Awal itu bertepatan dengan kelahiran Nabi Musa, yakni bulan Adar. Kata “Rabi’ul Awal” berarti “musim semi awal,” kemudian diikuti “Rabi’ul Tsani” atau “musim semi kedua/akhir.” Ini cocok dengan kalender Yahudi, karena Adar menandakan bulan transisi dari musim dingin ke musim semi, makanya disebut musim semi awal.

Entah ini kebetulan atau tidak, benar atau tidak tentang kelahiran Nabi Muhammad dan Nabi Musa yang sama pada Rabi’ul Awal, tapi menurut saya ini sudah menjadi rencana Allah menetapkan bulan Rabi’ul Awal ini menjadi bulan yang penuh rahmat dan bersejarah dengan kelahiran dua Nabi besar ini. Seperti halnya dalam tradisi Kristen yang mempercayai kelahiran Yesus pada tanggal 25 desember dalam kalender Romawi, mereka tetap yakin dan merayakan hal tersebut meskipun tidak ada satupun sejarawan yang mengatakan Yesus lahir pada tanggal 25 Desember.

Jadi kesimpulannya ialah, kapanpun Nabi Muhammad lahir, itu akan tetap menjadi momen yang agung, bersejarah, dan penuh rahmat bagi kita sebagai umat nya karena berkat kelahiran beliau lah umat manusia bisa mengenal dan mengetahui kebenaran yang berasal dari Allah dan juga sebagai teladan bagi kehidupan kita semua. Jadi yang terpenting adalah bukan persoalan kapan persisnya Nabi lahir, tapi bagaimana kita bisa terus meneruskan perjuangan beliau bagi umat manusia dan kita bisa terus menggemakan shalawat kepada Sang Junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Socrates dan Daimonion-nya

Apa yang membuat Socrates konsisten melakoni urip in pepadhang sehingga berani melawan cara berpolitik polis yang ia taati? Socrates sangat setia dengan hukum polis sehingga meski tahu bahwa ia bisa melarikan diri dari hukuman tidak adil yang dijatuhkan padanya, toh ia menolak tawaran melarikan diri dari kawan-kawannya ( Kriton, 48a-54a). Di dalam buku Apologia Socrates sendiri menjelaskan bahwa hidupnya hanyalah mengikuti bisikan daimonion -nya. Dalam tulisan pada Apologia terjemahan dari Ioanes Rakhmat ( Apologia 31c-e), Socrates mengatakan demikian: "Tapi alasan aku mengapa demikian sudah kukemukakan (d) dibanyak tempat dan kalian sudah sering mendengarnya: bahwa aku kerap didatangi suatu suara ilahi (theion) atau suara daimonion tertentu, sesuatu yang disinggung dan dicemooh oleh Meletus dalam dakwaannya. Ini sudah terjadi sejak aku kanak-kanak: semacam suara yang datang, dan yang senantiasa, ketika mendatangiku, mencegahku melakukan sesuatu yang mau aku lakukan, namun

Simbol Phobia

Oleh: Taufik Hidayat Sejak lahirnya Islam yang di bawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, simbol-simbol keagamaan, budaya, dan bahasa sudah tidak asing lagi di kalangan bangsa arab. Hal tersebut terjadi karena pada waktu itu Muhammad dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan agama lain, seperti hal nya Yahudi dan Nasrani. Tetapi pada waktu itu, Muhammad dan para sahabat tidak phobia akan simbol-simbol tersebut, karena beliau tau bahwa simbol itu bagian dari identitas agama tertentu yang memang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan ini sebenarnya hanya dimiliki oleh agama Semitik yang memang adalah suatu agama yang lahir dari satu keturunan, yaitu Ibrahim. Melalui Ibrahim lahirlah dua sosok manusia yang menjadi lambang lahirnya peradaban agama Semitik hingga saat ini. Misalnya Ismail putra Hajar, dia adalah lambang dari lahirnya peradaban Islam, bagitupun Ishaq putra Sarah, dia adalah lambang lahirnya peradaban Yahudi dan Nasrani melalui keturunannya.  Dari sejar

Gnothi Sauton Nietzche

Dalam tulisan sebelumnya, saya sudah memaparkan pokok penting dari filsafat Nietzche yaitu, "Keulangkembalian abadi dari yang sama" (Die ewige Winderkehr des Gleichen). Keulangkembalian abadi dari yang sama ini membahas tentang bagaimana manusia harus berani menanggung apa yang tidak dapat diubah, melainkan juga harus mencintainya atau dengan istilah lain disebut sebagai Amor Fati .  Nietzche dalam filsafatnya juga berbicara  tentang "Gnothi Sauton" atau "Kenalilah Dirimu Sendiri" . Sebenarnya Gnothi Sauton  yang di kemukakan oleh Nietzche ini adalah salah satu pepatah dari Yunani kuno yang tertulis di pintu masuk Kuil Delphi Gnothi Seauton (kadang ditulis Gnothi Sauton, artinya kenalilah dirimu sendiri ). Apa yang menjadi maksud dari kenalilah dirimu sendiri ini? Bagi orang Yunani sendiri, tulisan ini memiliki makna yang religius. Dalam arti bahwa manusia diingatkan bahwa dirinya adalah manusia saat ia mau berkonsultasi pada dewa Apollo lewat