Oleh: Taufik Hidayat
Tantangan Lembaga Pendidikan Islam
Permasalahan pendidikan Islam di Indonesia secara umum, diidentifikasi ke dalam empat krisis pokok, yaitu menyangkut masalah kualitas, relevansi, elitism, dan manajemen. Berbagai indikator kuantitatif dikemukakan berkenaan dengan keempat masalah di atas, antara lain analisis komparatif yang membandingkan situasi pendidikan antara negara kawasan Asia. Keempat masalah tersebut merupakan masalah besar, mendasar, dan multidimensional, sehingga sulit dicari ujung pangkal pemecahannya. Permasalahan ini terjadi pada pendidikan secara umum di Indonesia, termasuk pendidikan Islam yang dinilai justru lebih besar problematikanya (Hujair A. H. Sanaky, 2008: 84). Pendidikan Islam juga dihadapkan dan terperangkap pada persoalan yang sama, bahkan apabila diamati dan kemudian disimpulkan pendidikan Islam terkukung dalam kemunduran, keterbelakangan, ketidakberdayaan, dan kemiskinan, sebagaimana pula yang dialami oleh sebagian besar negara dan masyarakat Islam dibandingkan dengan mereka yang non-Islam. Pendidikan Islam dipandang selalu berada pada posisi deretan kedua atau posisi marginal dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Permasalahan pendidikan Islam di Indonesia secara umum, diidentifikasi ke dalam empat krisis pokok, yaitu menyangkut masalah kualitas, relevansi, elitism, dan manajemen. Berbagai indikator kuantitatif dikemukakan berkenaan dengan keempat masalah di atas, antara lain analisis komparatif yang membandingkan situasi pendidikan antara negara kawasan Asia. Keempat masalah tersebut merupakan masalah besar, mendasar, dan multidimensional, sehingga sulit dicari ujung pangkal pemecahannya. Permasalahan ini terjadi pada pendidikan secara umum di Indonesia, termasuk pendidikan Islam yang dinilai justru lebih besar problematikanya (Hujair A. H. Sanaky, 2008: 84). Pendidikan Islam juga dihadapkan dan terperangkap pada persoalan yang sama, bahkan apabila diamati dan kemudian disimpulkan pendidikan Islam terkukung dalam kemunduran, keterbelakangan, ketidakberdayaan, dan kemiskinan, sebagaimana pula yang dialami oleh sebagian besar negara dan masyarakat Islam dibandingkan dengan mereka yang non-Islam. Pendidikan Islam dipandang selalu berada pada posisi deretan kedua atau posisi marginal dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Pendidikan Islam menjadi satu dalam sistem pendidikan nasional, tetapi predikat keterbelakangan dan kemunduran tetap melekat padanya, bahkan pendidikan Islam sering disebut hanya untuk kepentingan orang-orang yang tidak mampu atau miskin, memproduksi orang yang eksklusif, fanatik, dan bahkan pada langkah yang sangat menyedihkan yaitu terorisme pun dianggap berasal dari lembaga pendidikan Islam, karena pada kenyatannya beberapa lembaga pendidikan Islam dianggap sebagai tempat berasalnya kelompok tersebut. Walaupun anggapan ini keliru dan dapat ditolak, sebab tidak ada lembaga pendidikan Islam manapun yang bertujuan untuk memproduk atau mencetak kelompok-kelompok orang seperti itu. Tetapi realitas di masyarakat banyak perilaku kekerasan yang atas menamakan Islam. Hal ini merupakan suatu kenyataan yang selama ini dihadapi oleh pendidikan Islam dan lembaga pendidikan Islam di Indonesia sekaligus. Oleh karena itu, muncul tuntutan masyarakat sebagai pengguna pendidikan Islam agar ada upaya penataan dan modernisasi sistem dan proses pendidikan Islam agar menjadi pendidikan yang bermutu, relevan, dan mampu menjawab perubahan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia (Hujair A. H. Sanaky, 2008: 84).
Menurut M. Zainuddin, kegagalan pendidikan Islam kontemporer secara umum juga disebabkan oleh faktor perumusan visi dan misi yang tidak kompatibel dengan konsep ideal dan kondisi empiriknya. Setidaknya hal ini disebabkan oleh empat alasan pokok: pertama, secara fundamental pengajaran kita tidak terfokus pada pengembangan karakter dan keperibadian, tidak sejalan dengan apa yang menjadi perhatian nabi Muhammad SAW (al-Qur‘an surah al-Baqarah (2): 151 dan al-jum‘ah (62): 2). Kedua, kebanyakan materi yang diajarkan kurang relevan dengan kehidupan riil siswa, seperti kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi. Demikian juga tidak mempersiapkan anak-anak dengan keterampilan riil (rill life skill) yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat modern saat ini. Ketiga, metode pembelajarannya lebih cenderung terpusat pada pengajaran (teaching) bukan pada belajar (learning). Masih mengentalnya sistem pengajaran maintenance learning yang bercirikan lamban, pasif dan menganggap selalu benar terhadap warisan masa lalu. Keempat, adanya pandangan dikotomis ilmu secara substansial (ilmu agama dan ilmu umum). Selain itu, pendidikan Islam kontemporer secara tipikal tidak memiliki pemahaman yang benar tentang perkembangan anak, baik secara moral, sosial, psikologis maupun pedagogis. Subject matter pendidikan Islam masih bersifat normative, verbalistik dan tekstual. Sementara itu, pada sebagian besar masyarakat kita sekarang, juga masih muncul anggapan bahwa agama dan ilmu merupakan entitas yang berbeda dan tidak dipertemukan. Keduanya dianggap memiliki wilayah sendiri-sendiri baik dari segi objek formal-material, metode, kriteria kebenaran, peran dimainkan oleh ilmuan maupun status teori masing-masing (M. Zainuddin, 2011: 3-4).
Komentar
Posting Komentar