Langsung ke konten utama

Ideologi itu Bernama Kemunafikan 


Oleh Reza A.A Wattimena 

Berbicara soal ideologi memang rumit. Di satu sisi, ia dianggap sebagai dasar dari sebuah kelompok, termasuk dasar filosofis, tata nilai dan tata kelola hidup sehari-hari. Di sisi lain, ideologi adalah kesadaran palsu yang terwujud di dalam kesalahan berpikir tentang dunia. Ideologi seolah kebal kritik, dan bisa digunakan untuk melenyapkan orang-orang yang berbeda pandangan. Kedua paham tersebut tak bebas dari kemunafikan. Seringkali, keduanya merupakan wujud nyata dari kemunafikan itu sendiri. Ketika kata-kata indah jauh dari tindakan nyata, kemunafikan lalu tak terhindarkan. Ia bagaikan bau menyengat yang menganggu hidung orang-orang waras. Mungkin memang hidup manusia tak pernah lepas dari kemunafikan. Soalnya lalu bukan terbebas sama sekali, tetapi soal kadar kemunafikan yang ada. Ketika ketelanjangan kemunafikan tak lagi bisa ditutupi, rasa muak muncul di dalam perut kolektif masyarakat. Adakah politik yang bebas kemunafikan? Jawabannya, seperti kata Bob Dylan, ada di dalam angin yang bertiup. 

Kemunafikan Ideologi Ketika sebuah kelompok mengaku bertuhan, namun menindas dan memelihara terorisme melalui sistem pendidikannya, kemunafikan pun tak terhindarkan. Yang dijadikan tuhan lalu bukanlah pemilik semesta, tetapi uang dan kekuasaan. Ketika uang dan kekuasaan dijadikan tuhan berhala, tata kelola hidup bersama pun jatuh ke dalam tegangan, konflik dan perang terus menerus. Ketika sebuah kelompok mengaku berperikemanusiaan, tetapi diam saja melihat pemecatan ribuan buruh tak berdaya, kemunafikan langsung tercium di udara. Kemanusiaan menjadi kata indah yang menutupi penindasan. Kemanusiaan menjadi propaganda yang digaungkan demi menutupi bau busuk beragam kesalahan kebijakan yang berujung pada pelanggaran hak-hak dasar hidup manusia. Ketika sebuah kelompok mengaku demokratis, tetapi mengabaikan suara rakyat, itu jelas adalah kemunafikan. Ketika rakyat masih kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, masih memperoleh pendidikan yang bermutu rendah dan pelayanan kesehatan yang kurang memadai, namun para pemimpin bagi-bagi uang dan kekuasaan ke teman-temannya, kemunafikan besar langsung tercium. Ketika banyak orang masih hidup di bawah garis kemiskinan, dan para penguasa membagikan uang rakyat kepada kroni-kroninya, tanpa mempertimbangkan akal sehat dan rasa kepantasan, dimana letak keadilan sosial? Yang langsung tercium adalah kemunafikan dan kebohongan belaka. Dimana letak keadilan sosial, ketika para penguasa memperkaya orang-orang kaya, demi mengamankan kekuasaan mereka? Ideologi Kemunafikan Pada akhirnya, ideologi yang luhur itu kembali digunakan untuk menutupi bagi-bagi uang dan kekuasaan di kalangan elit politik semata. 

Sejarah seperti mengulang dirinya sendiri. Ketika ideologi yang luhur tersebut jatuh ke dalam lingkaran politik busuk, ia pun bisa dengan mudah digunakan untuk membenarkan beragam bentuk kekerasan, mulai dari korupsi, nepotisme sampai dengan penculikan dan pembunuhan. Jika boleh jujur, mungkin satu-satunya ideologi abadi di dalam politik adalah kemunafikan. Kata-kata boleh luhur. Penampilan boleh simpatik dan meyakinkan. Namun, bau kemunafikan tak bisa disangkal keberadaannya. Kemunafikan bisa dihindari, jika para penguasa dan rakyat sebagai keseluruhan memahami inti terdalam dari ideologi yang ada. Pemahaman permukaan akan menghasilkan kedangkalan, dan berujung pada kesalahan pembuatan kebijakan. Kesalahan ini akan menusuk rasa keadilan masyarakat. Penguasa pun akan kehilangan dukungan sahnya dari rakyat, jika ketidakadilan terus didiamkan. 

 Mau sampai kapan?  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Socrates dan Daimonion-nya

Apa yang membuat Socrates konsisten melakoni urip in pepadhang sehingga berani melawan cara berpolitik polis yang ia taati? Socrates sangat setia dengan hukum polis sehingga meski tahu bahwa ia bisa melarikan diri dari hukuman tidak adil yang dijatuhkan padanya, toh ia menolak tawaran melarikan diri dari kawan-kawannya ( Kriton, 48a-54a). Di dalam buku Apologia Socrates sendiri menjelaskan bahwa hidupnya hanyalah mengikuti bisikan daimonion -nya. Dalam tulisan pada Apologia terjemahan dari Ioanes Rakhmat ( Apologia 31c-e), Socrates mengatakan demikian: "Tapi alasan aku mengapa demikian sudah kukemukakan (d) dibanyak tempat dan kalian sudah sering mendengarnya: bahwa aku kerap didatangi suatu suara ilahi (theion) atau suara daimonion tertentu, sesuatu yang disinggung dan dicemooh oleh Meletus dalam dakwaannya. Ini sudah terjadi sejak aku kanak-kanak: semacam suara yang datang, dan yang senantiasa, ketika mendatangiku, mencegahku melakukan sesuatu yang mau aku lakukan, namun

Simbol Phobia

Oleh: Taufik Hidayat Sejak lahirnya Islam yang di bawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, simbol-simbol keagamaan, budaya, dan bahasa sudah tidak asing lagi di kalangan bangsa arab. Hal tersebut terjadi karena pada waktu itu Muhammad dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan agama lain, seperti hal nya Yahudi dan Nasrani. Tetapi pada waktu itu, Muhammad dan para sahabat tidak phobia akan simbol-simbol tersebut, karena beliau tau bahwa simbol itu bagian dari identitas agama tertentu yang memang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan ini sebenarnya hanya dimiliki oleh agama Semitik yang memang adalah suatu agama yang lahir dari satu keturunan, yaitu Ibrahim. Melalui Ibrahim lahirlah dua sosok manusia yang menjadi lambang lahirnya peradaban agama Semitik hingga saat ini. Misalnya Ismail putra Hajar, dia adalah lambang dari lahirnya peradaban Islam, bagitupun Ishaq putra Sarah, dia adalah lambang lahirnya peradaban Yahudi dan Nasrani melalui keturunannya.  Dari sejar

Gnothi Sauton Nietzche

Dalam tulisan sebelumnya, saya sudah memaparkan pokok penting dari filsafat Nietzche yaitu, "Keulangkembalian abadi dari yang sama" (Die ewige Winderkehr des Gleichen). Keulangkembalian abadi dari yang sama ini membahas tentang bagaimana manusia harus berani menanggung apa yang tidak dapat diubah, melainkan juga harus mencintainya atau dengan istilah lain disebut sebagai Amor Fati .  Nietzche dalam filsafatnya juga berbicara  tentang "Gnothi Sauton" atau "Kenalilah Dirimu Sendiri" . Sebenarnya Gnothi Sauton  yang di kemukakan oleh Nietzche ini adalah salah satu pepatah dari Yunani kuno yang tertulis di pintu masuk Kuil Delphi Gnothi Seauton (kadang ditulis Gnothi Sauton, artinya kenalilah dirimu sendiri ). Apa yang menjadi maksud dari kenalilah dirimu sendiri ini? Bagi orang Yunani sendiri, tulisan ini memiliki makna yang religius. Dalam arti bahwa manusia diingatkan bahwa dirinya adalah manusia saat ia mau berkonsultasi pada dewa Apollo lewat