Pada tulisan ini saya akan menggunakan nama "Platon" dan bukan "Plato" yang biasa kita dengar dan ucapkan. Hal ini sebenarnya supaya kita bisa lebih kembali kepada nama yang memang pada umumnya di Yunani. Platon adalah warga Yunani yang hidup di Athena pada tahun 428/427-347/346 SM. Plotinos yang hidup di zaman Kekaisaran Romawi, dalam Enneades IV 8 [6] 1, 23-24, menyebutnya dengan penuh hormat sebagai ho theios Platon (Platon yang ilahi). Pada gilirannya, Platonis ini dijuluki sebagai al-Shaykh al-Yunani. Sementara itu, dalam tradisi Islam yang sama menyebut Platon dengan sebutan Alfatun. Saat ini orang Italia mengikuti suara Yunani dan menulisnya dengan tambahan "e" menjadi Platone. Jerman sebagai negara yang menghasilkan para filsuf besar mengikuti Yunani dengan menuliskan Platon, dan orang Perancis menyebutnya Platon seperti halnya Yunani tetapi bunyi suaranya berakhiran "ong". Orang Inggris menamainya Plato (yang disuarakan menjadi Pleto). Sementara kita di Indonesia selalu menuliskan dan mengatakan Plato. Mungkin ini karena pengaruh dari Belanda yang mengikuti penulisan Latin (Plato, deklinasi ketiga, genetifnya menjadi Platonis) daripada Yunani. Sehingga dengan hal itu, alangkah lebih logis jika kita mengikuti nama asli Yunani yang kalau kata turunannya Platonisme, Platonik, atau Platonisian ini diasalkan pada kata dasar Platon daripada Plato.
Platon adalah salah satu filsuf yang cukup berpengaruh pada waktu itu hingga pada periode filsuf-filsuf sesudahnya sampai saat ini. Platon adalah salah satu murid dari Socrates yang memang adalah filsuf besar dan terpengaruh yang banyak di tolak oleh orang-orang Yunani karena pemikirannya dianggap bertentangan dengan keyakinan orang Yunani pada waktu itu. Tetapi melalui tangan dingin Platon lah, kita juga bisa menikmati pemikiran-pemikiran Socrates yang dia tulis, karena memang Sokrates tidak pernah menulis buku-buku dari pemikirannya itu. Platon sudah banyak menghasilkan karya-karya. Jika kita menilik sejarah teks, bersama dengan Epiktetos dan Plotinos, karya-karya Platon sangat lengkap sampai ke zaman kita sekarang. Jumlah teks yang di atasnamakan Platon sangat banyak. Ada 42 dialog, 14 surat-surat dan 1 koleksi definisi. Berikut ini beberapa karya Platon yang bisa dilihat, diantara:
1. Masa Muda (399-390 SM): Hippias meizon (minor), Ion, Laches, Xarmides, Protagoras, Euthypron, Hippias elatton (minor), Apologia Sokratous, Kriton.
Karya ini disebut karya-karya Sokratik, artinya memakai metode elegkos sokratik (pemeriksaan kritis yang menghancurkan keyakinan-keyakinan palsu tetapi tanpa memberikan solusi akhir).
2. Masa Transisi (390-385 SM): Gorgias, Menon, Euthydemos, Lysis, Menexenos, Kratylos.
Karya ini dibuat saat Akademein sudah berdiri. Di sini masih ada pengaruh pemikiran sokratik, tetapi ide-ide khas Platon mulai keluar seperti pengetahuan lewat anamnesis dan pentingnya pengetahuan matematis.
3. Masa Matang (385-370 SM): Phaidon, Symposion, Politeia, Phaidros.
Phaidon berbicara konsep jiwa dan kekekalannya. Symposion membahas eros, Politeia beridealisme tentang pembaharuan polis dan prinsip-prinsip kebaikan politik, sementara phaidros merupakan kritik atas retorika yang dihubungkan dengan teori tentang jiwa.
4. Masa Tua (370-348 SM): Theaitetos, Parmenides, Sophistes, Politikos, Timaios, Kritias, Philebos, Nomoi, Surat VII.
Theaitetos memberikan definisi pengetahuan serta mengkritik konsepsi pengetahuan dari Herakleitos dan Protagoras, Sophistes dan Parmenides membahas ontologi dan epistemologi khas platonisian dalam debatnya dengan Eleatisme, Philebos berbicara apa itu hidup yang baik, Timaios adalah fisika nya Platon, dan Nomoi memberikan sistem politik yang sangat komplet yang pernah dibuat oleh seorang filsuf.
Platon memiliki pemikiran yang cukup terkenal dan identik dengan dirinya. Teori ini dia namakan dengan teori dunia idea. Menurut Setyo Wibowo, filsafat Platon sering gampang dianggap mempromosikan dualisme. Merujuk pada novel filsafat berjudul The World of Sophie, dualisme merupakan cara berfikir dimana di depan realitas yang plural dan selalu berubah-ubah (kita melihat beragam kuda poni, kuda jawa, kuda lumping, lukisan kuda, kuda tua dan muda). Platon mengusulkan semacam matriks untuk memahami kemenjadian tersebut lewat dunia idea (yang diartikan semacam "cetakan kuda" yang bersifat ideal dan menjadi asal darimana berbagai-bagai kuda tadi menampak di dunia inderawi).
Jostein Gaarder menerangkan idea Platon mirip dengan cetakan kuda (le moule de cheval) yang bersifat kekal dan tak berubah. Bila di dunia ini kita berhadapan dengan kuda-kuda inderawi yang tak pernah identik satu dengan lainnya, bahkan seekor kuda inderawipun berubah-ubah dari kecil menjadi besar. Toh, menurut Gaarder, kita menangkap adanya idea kuda yang tetap dan tak berubah. Idea sebagai cetakan kuda bersifat kekal, abstrak dan memiliki karakter rohani (caratere spirituel). Berhadapan dengan keragaman dunia, Platon membuat teori tentang dunia ideal yang ada di sebalik dunia riil kita ini.
Dalam khasanah buku filsafat di Indonesia, Platon dengan mudah dianggap sebagai orang yang mengadvokasi teori tentang dunia inderawi versus dunia idea. Buku berjudul Matinya Metafisika Barat, hlm. 11-12, menulis dengan gamblang sebagai berikut:
"Teori dua dunia Platon (.....) Dunia pertama adalah dunia inderawi sebuah dunia benda-benda jasmani yang selalu berubah, plural, dan oleh karenanya semu, sedang dunia kedua adalah dunia ideal tempat bersemayamnya ide-ide yang bersifat kekal, tunggal dan oleh karenanya sejati (The Republic, 1987:251). (....) Ide yang dimaksud Platon bukanlah ide dikepala kita, melainkan suatu bentuk ideal. Bentuk ideal berfungsi sebagai paradigma bagi wujud-wujud partikular yang kita temui di dunia jasmani. Sebagai contoh: bentuk ideal 'kuda' menjadi paradigma bagi berbagai wujud partikular kuda yang kita temui di dunia jasmani (kuda dalam bermacam-macam bentuk dan warna). Relasi antara bentuk ideal dengan wujud partikular digambarkan Platon sebagai berikut: bentuk ideal hadir dalam wujud-wujud partikular (parausia) dan wujud-wujud partikular berpartisipasi dalam bentuk ideal (metechein/ partisipasi). Wujud-wujud partikular kuda mengambil bagian dalam bentuk ideal 'kuda' yang memberikan mereka 'common quality', walau tidak identik dengan bentuk ideal karena apabila identik maka bentuk ideal bukan lagi bentuk ideal (The Republic, 1987:362). Dikotomi penampakan/ realitas yang menjadi tradisi metafisika Barat yang diawali oleh para filosof alam tampak jelas dalam pemikiran Platon. Dunia sebagaimana tampak melalui panca indera diperlawankan Platon dengan dunia pada dirinya sendiri, dunia sejati yang hanya bisa tertangkap oleh rasio manusia. Dunia tercerap indera (sensible) diperlawankan dengan dunia yang terpahami (intelligible).
Bersambung.....
Rujukan:
1. Setyo Wibowo, Makalah untuk filsafat Yunani kuno: Platon, Serambi Salihara, 19 Maret 2016
2. Plotinos (205-270/271 M), Enneades VI [10] 8, 10-14
3. Donny Gahral Adian, Matinya Metafisika Barat, Jakarta: Komunitas Bambu, 2001
1. Masa Muda (399-390 SM): Hippias meizon (minor), Ion, Laches, Xarmides, Protagoras, Euthypron, Hippias elatton (minor), Apologia Sokratous, Kriton.
Karya ini disebut karya-karya Sokratik, artinya memakai metode elegkos sokratik (pemeriksaan kritis yang menghancurkan keyakinan-keyakinan palsu tetapi tanpa memberikan solusi akhir).
2. Masa Transisi (390-385 SM): Gorgias, Menon, Euthydemos, Lysis, Menexenos, Kratylos.
Karya ini dibuat saat Akademein sudah berdiri. Di sini masih ada pengaruh pemikiran sokratik, tetapi ide-ide khas Platon mulai keluar seperti pengetahuan lewat anamnesis dan pentingnya pengetahuan matematis.
3. Masa Matang (385-370 SM): Phaidon, Symposion, Politeia, Phaidros.
Phaidon berbicara konsep jiwa dan kekekalannya. Symposion membahas eros, Politeia beridealisme tentang pembaharuan polis dan prinsip-prinsip kebaikan politik, sementara phaidros merupakan kritik atas retorika yang dihubungkan dengan teori tentang jiwa.
4. Masa Tua (370-348 SM): Theaitetos, Parmenides, Sophistes, Politikos, Timaios, Kritias, Philebos, Nomoi, Surat VII.
Theaitetos memberikan definisi pengetahuan serta mengkritik konsepsi pengetahuan dari Herakleitos dan Protagoras, Sophistes dan Parmenides membahas ontologi dan epistemologi khas platonisian dalam debatnya dengan Eleatisme, Philebos berbicara apa itu hidup yang baik, Timaios adalah fisika nya Platon, dan Nomoi memberikan sistem politik yang sangat komplet yang pernah dibuat oleh seorang filsuf.
Platon memiliki pemikiran yang cukup terkenal dan identik dengan dirinya. Teori ini dia namakan dengan teori dunia idea. Menurut Setyo Wibowo, filsafat Platon sering gampang dianggap mempromosikan dualisme. Merujuk pada novel filsafat berjudul The World of Sophie, dualisme merupakan cara berfikir dimana di depan realitas yang plural dan selalu berubah-ubah (kita melihat beragam kuda poni, kuda jawa, kuda lumping, lukisan kuda, kuda tua dan muda). Platon mengusulkan semacam matriks untuk memahami kemenjadian tersebut lewat dunia idea (yang diartikan semacam "cetakan kuda" yang bersifat ideal dan menjadi asal darimana berbagai-bagai kuda tadi menampak di dunia inderawi).
Jostein Gaarder menerangkan idea Platon mirip dengan cetakan kuda (le moule de cheval) yang bersifat kekal dan tak berubah. Bila di dunia ini kita berhadapan dengan kuda-kuda inderawi yang tak pernah identik satu dengan lainnya, bahkan seekor kuda inderawipun berubah-ubah dari kecil menjadi besar. Toh, menurut Gaarder, kita menangkap adanya idea kuda yang tetap dan tak berubah. Idea sebagai cetakan kuda bersifat kekal, abstrak dan memiliki karakter rohani (caratere spirituel). Berhadapan dengan keragaman dunia, Platon membuat teori tentang dunia ideal yang ada di sebalik dunia riil kita ini.
Dalam khasanah buku filsafat di Indonesia, Platon dengan mudah dianggap sebagai orang yang mengadvokasi teori tentang dunia inderawi versus dunia idea. Buku berjudul Matinya Metafisika Barat, hlm. 11-12, menulis dengan gamblang sebagai berikut:
"Teori dua dunia Platon (.....) Dunia pertama adalah dunia inderawi sebuah dunia benda-benda jasmani yang selalu berubah, plural, dan oleh karenanya semu, sedang dunia kedua adalah dunia ideal tempat bersemayamnya ide-ide yang bersifat kekal, tunggal dan oleh karenanya sejati (The Republic, 1987:251). (....) Ide yang dimaksud Platon bukanlah ide dikepala kita, melainkan suatu bentuk ideal. Bentuk ideal berfungsi sebagai paradigma bagi wujud-wujud partikular yang kita temui di dunia jasmani. Sebagai contoh: bentuk ideal 'kuda' menjadi paradigma bagi berbagai wujud partikular kuda yang kita temui di dunia jasmani (kuda dalam bermacam-macam bentuk dan warna). Relasi antara bentuk ideal dengan wujud partikular digambarkan Platon sebagai berikut: bentuk ideal hadir dalam wujud-wujud partikular (parausia) dan wujud-wujud partikular berpartisipasi dalam bentuk ideal (metechein/ partisipasi). Wujud-wujud partikular kuda mengambil bagian dalam bentuk ideal 'kuda' yang memberikan mereka 'common quality', walau tidak identik dengan bentuk ideal karena apabila identik maka bentuk ideal bukan lagi bentuk ideal (The Republic, 1987:362). Dikotomi penampakan/ realitas yang menjadi tradisi metafisika Barat yang diawali oleh para filosof alam tampak jelas dalam pemikiran Platon. Dunia sebagaimana tampak melalui panca indera diperlawankan Platon dengan dunia pada dirinya sendiri, dunia sejati yang hanya bisa tertangkap oleh rasio manusia. Dunia tercerap indera (sensible) diperlawankan dengan dunia yang terpahami (intelligible).
Bersambung.....
Rujukan:
1. Setyo Wibowo, Makalah untuk filsafat Yunani kuno: Platon, Serambi Salihara, 19 Maret 2016
2. Plotinos (205-270/271 M), Enneades VI [10] 8, 10-14
3. Donny Gahral Adian, Matinya Metafisika Barat, Jakarta: Komunitas Bambu, 2001
Komentar
Posting Komentar