Langsung ke konten utama

“TUHAN”



Oleh: Taufik Hidayat

Dalam sejarah agama-agama yang ada di dunia, berbicara Tuhan memang banyak mengundang kontroversi karena sikap dan konsep Tuhan yang sejatinya berbeda-beda. Setiap agama mencoba untuk memberikan penafsiran tentang Tuhan dalam upaya memberikan penjelasan dan pemahaman akan Tuhan tersebut.

Pada satu titik tertentu, nama Tuhan terkadang dijadikan alat dalam suatu kepentingan tertentu dalam upaya mencapai apa yang ditujunya. Nama Tuhan seakan-akan menjadi sebuah bumerang antar sesama manusia yang memiliki perbedaan kepentingan. Disatu sisi, konsep tentang Tuhan mendorong orang untuk mencintaiNya, Tuhan dijadikan teladan serta lambang tentang cinta kasih dan sejati, Tuhan menjadi lambang keadilan dan kebaikan, hingga akhirnya bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan juga harus siap hidup dalam keadilan dan kebaikan setiap saatnya.

Disisi lain, konsep Tuhan bukan hanya berada dalam lingkaran yang positif, tetapi konsep Tuhan terkadang memiliki nilai negatif yang sering dilakukan oleh pihak-pihak yang sering mengatasnamakan Tuhan dalam melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan konsep Tuhan yang sebenarnya. Misalnya, perang dan penindasan yang dilakukan atas nama Tuhan, diskriminasi dilakukan atas nama Tuhan. Bahkan, politik yang penuh dengan kemunafikan dan kebusukan pun juga menggunakan nama Tuhan untuk dijadikan pembenaran demi melancarkan tujuannya.

Keberadaan Tuhan sebagai Sang Pencipta kadangkala sudah mulai tergeserkan oleh ulah ciptaanNya sendiri, mungkin benar menurut Nietzsche bahwa "Tuhan telah mati", dalam arti bahwa Tuhan telah mati dalam diri manusia oleh kebencian, kesombongan, kekerasan, diskriminasi, dan kekuasaan. Nama Tuhan hanya digunakan sebagai alat untuk sebuah "kepentingan" semata. 
Terkadang ini yang menjadikan sebagian manusia dalam kebingungan. Memang, Tuhan tidak akan pernah bisa kita pahami sepenuhnya dengan akal kita, karena Tuhan terlalu besar untuk kita pahami dengan akal yang mengakibatkan kita mengalami kebingungan untuk memahamiNya. Namun, Tuhan bisa kita alami melalui laku spiritual yang benar sehingga manusia bisa melebur bersamaNya dan melepaskan Tuhan dari penjara-penjara pikiran kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Socrates dan Daimonion-nya

Apa yang membuat Socrates konsisten melakoni urip in pepadhang sehingga berani melawan cara berpolitik polis yang ia taati? Socrates sangat setia dengan hukum polis sehingga meski tahu bahwa ia bisa melarikan diri dari hukuman tidak adil yang dijatuhkan padanya, toh ia menolak tawaran melarikan diri dari kawan-kawannya ( Kriton, 48a-54a). Di dalam buku Apologia Socrates sendiri menjelaskan bahwa hidupnya hanyalah mengikuti bisikan daimonion -nya. Dalam tulisan pada Apologia terjemahan dari Ioanes Rakhmat ( Apologia 31c-e), Socrates mengatakan demikian: "Tapi alasan aku mengapa demikian sudah kukemukakan (d) dibanyak tempat dan kalian sudah sering mendengarnya: bahwa aku kerap didatangi suatu suara ilahi (theion) atau suara daimonion tertentu, sesuatu yang disinggung dan dicemooh oleh Meletus dalam dakwaannya. Ini sudah terjadi sejak aku kanak-kanak: semacam suara yang datang, dan yang senantiasa, ketika mendatangiku, mencegahku melakukan sesuatu yang mau aku lakukan, namun

Simbol Phobia

Oleh: Taufik Hidayat Sejak lahirnya Islam yang di bawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, simbol-simbol keagamaan, budaya, dan bahasa sudah tidak asing lagi di kalangan bangsa arab. Hal tersebut terjadi karena pada waktu itu Muhammad dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan agama lain, seperti hal nya Yahudi dan Nasrani. Tetapi pada waktu itu, Muhammad dan para sahabat tidak phobia akan simbol-simbol tersebut, karena beliau tau bahwa simbol itu bagian dari identitas agama tertentu yang memang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan ini sebenarnya hanya dimiliki oleh agama Semitik yang memang adalah suatu agama yang lahir dari satu keturunan, yaitu Ibrahim. Melalui Ibrahim lahirlah dua sosok manusia yang menjadi lambang lahirnya peradaban agama Semitik hingga saat ini. Misalnya Ismail putra Hajar, dia adalah lambang dari lahirnya peradaban Islam, bagitupun Ishaq putra Sarah, dia adalah lambang lahirnya peradaban Yahudi dan Nasrani melalui keturunannya.  Dari sejar

Gnothi Sauton Nietzche

Dalam tulisan sebelumnya, saya sudah memaparkan pokok penting dari filsafat Nietzche yaitu, "Keulangkembalian abadi dari yang sama" (Die ewige Winderkehr des Gleichen). Keulangkembalian abadi dari yang sama ini membahas tentang bagaimana manusia harus berani menanggung apa yang tidak dapat diubah, melainkan juga harus mencintainya atau dengan istilah lain disebut sebagai Amor Fati .  Nietzche dalam filsafatnya juga berbicara  tentang "Gnothi Sauton" atau "Kenalilah Dirimu Sendiri" . Sebenarnya Gnothi Sauton  yang di kemukakan oleh Nietzche ini adalah salah satu pepatah dari Yunani kuno yang tertulis di pintu masuk Kuil Delphi Gnothi Seauton (kadang ditulis Gnothi Sauton, artinya kenalilah dirimu sendiri ). Apa yang menjadi maksud dari kenalilah dirimu sendiri ini? Bagi orang Yunani sendiri, tulisan ini memiliki makna yang religius. Dalam arti bahwa manusia diingatkan bahwa dirinya adalah manusia saat ia mau berkonsultasi pada dewa Apollo lewat