Langsung ke konten utama

Plato: Hari-Hari Terakhir Socrates


Semasa hidupnya, Socrates tidak pernah menuliskan satu buku pun dari pemikirannya. Namun sekolah filsafat yang muncul setelahnya menganggap sebagai guru mereka. Mengapa ia menjadi magnet yang dahsyat? Salah satu alasannya adalah karena Socrates menghidupi etika yang rigor: ia senantiasa berusaha mengisi hidupnya dengan cara urip in pepadhang (hidup secara terang, selalu jelas dengan dirinya sendiri). Dan ia membangun kemanusiannya sebagai anak cahaya tidak secara autis, melainkan dalam pencarian bersama orang lain. Dalam perjumpaan dan dialog inilah hidup baru yang benderang bercahaya dilahirkan oleh "yang lain" (dan ini wajar karena tak seorangpun bisa melahirkan dirinya sendiri). Baginya, setiap ide, pengetahuan, pikiran, dan bahkan cara hidup, selalu harus dikonfrontasikan dengan orang lain. Kebenaran adalah jalan yang tak pernah selesai, kecintaan kepada kebenaran (filsafat) adalah praktek hidup, dan hidup adalah tuntutan untuk urip in pepadhang (hidup secara terang, dengan berani dan rela hati meninggalkan kegelapan dan seluruh kerumitannya yang sumir berbau kemunafikan).

Di Atena 25 abad yang lalu, Socrates menjadi inspirasi bagi jamannya. Kaum Megarik, kaum Sinis, Platon (dan Platonisme), Epikurisme, dan Stoicisme, adalah contoh aliran-aliran filsafat yang melandaskan diri pada guru yang tak mau mengajar dan tak menulis buku ini. Jaman-jaman setelahnya (abad pertengahan Kristiani, abad pertengahan Islam), juga tak henti menafsir dan menuliskannya. Orang-orang seperti Montaigne, Hegel, Kierkegaard, Nietzsche, dan filsuf kontemporer Prancis Jacques Ranciere juga melakukan dialog mendalam dengan figur ini. "The socratic question" masih selalu menantang kita semua untuk memahaminya. Santo Augustinus (abad ke-4 M) menggambarkan dengan bagus figur atipik Socrates ini sebagaimana tampak dalam pemikiran para muridnya yang begitu beragam.

Socrates adalah figur multitafsir dimana para pengikutnya akan mengambil satu unsur pemikirannya untuk disesuaikan dengan pemahaman masing-masing. Kaum Megarik, dengan pelopornya Euklides, mengembangkan aspek Socrates yang jago dialog sanggahan (elegkhos). Kaum Kirenaik yang di pimpin Aristippos menekankan aspek "humanisme agnostik" Socrates. Sementara Anthisthenes yang memimpin aliran Kaum Sinis, akan mengikuti cara hidup Socrates yang meremehkan segala apa yang bersifat material dan adat kebiasaan masyarakat yang terlalu konvensional dan "baik-baik". 

Empar abad setelah kematian Socrates, orang-orang Kristiani akan melihat dalam diri pemikir atipik ini figur pendahulu Yesus Kristus. Sementara kelompok "religius" lainnya akan melihat figur Socrates ssmacam Buddha-nya Barat. Para filsuf modern juga terpilah-pilah. Montaigne sangat terinspirasi oleh doktrin moral socratik. Rousseau akan melihat bayangan dirinya sendiri dalam figur Socrates sebagai "orang benar yang tertindas". Sementara Voltaire justrus agak sinis dengan "orang Athena yang cerewet" ini. Ia juga menjuluki Socrates sebagai "si bijak berhidung pesek". Meskipun nyinyir, toh Voltaire bersimpati kepada figur yang menjadi korban intoleransi (agama) ini. Maka, memakai mulut Socrates, Voltaire tidak segan-segan mengkritik agama-agama (Dictionnaire philosophique, "Socrates"). Hegel melihat dalam figur Socrates "momen pembalikan terpenting bagi Roh yang mulai mengarahkan dirinya ke interioritas. Dalam momen sejarah, Socrates adalah hero tragis yang sudah mulai melihat bahwa "subjektivitas" ditemukan dalam "kesadaran diri yang mengandung "universalitas". Namun sayangnya, kesadaran itu belum mampu mengaktualkan yang universal di luar dirinya secara objektif. Kierkegaard akan berbicara dengan penuh hormat kepada Socrates, sang bidan. Di mata murid-muridnya, bidan ini hanyalah pembantu supaya mereka bisa kembali pada diri sendiri, dan menemukan apa yang menjadi pusat diri mereka sendiri. Sedangkan Nietzsche benci sekaligus kagum di depan "wajah ganda yang sangat misterius dan ironis" ini. Nietzsche menyebut Socrates "rakyat jelata", "dekaden", "blasteran" yang membenci kehidupan dan menderita hipertrofi rasio. Dan Henri Bergson justru melihat dalam diri Socrates wajah seorang mistikus. Bergson menempatkannya di antara para nabi dan kaum santo (orang suci) karena pandangannya tentang "moral yang terbuka". Maurice Merleau Ponty memuja Socrates sebagai "patron" para filsuf yang berani mengambil resiko demi pemikiran yang bebas dan hidup. 

Itu semua membuktikan begitu besarnya pengaruh Socrates dalam peradaban dunia hingga saat ini, di akhir-akhir hidupnya, sebelum Socrates meminum racun pohon cemara atas tuduhan pemerintah Yunani bahwa Socrates telah melakukan praktik bidah dan meracuni pemikiran generasi muda, ia sebelumnya melakukan dialog dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya. Naskah Dialog tersebut ditulis oleh Platon (Plato) sekaligus mengembangkan pemikirannya sendiri yang di dasarkan pada manifesto Socrates terhadap sebuah kehidupan yang dipandu oleh rasa tanggung jawab pribadi. Naskah dialog tersebut oleh Platon dibagi menjadi empat bagian, diantaranya adalah:

Euthyphro, dialog ini mengetengahkan Socrates di luar ruang pengadilan, berdebat tentang sifat-sifat kesalehan. Sementara dalam Apology, berbicara mengenai keteguhan dan ketegaran Socrates dalam membantah tuduhan-tuduhan atas dirinya, serta sebuah pembelaan atas diri sang filsuf. Dalam Crito, selagi menanti pelaksanaan hukuman dipenjara, Socrates menanggapi permintaan sahabat-sahabatnya untuk melarikan diri. Dan akhirnya dalam Phaedo, dilukiskan sang filsuf menghadapi kematiannya dengan tenang dan penuh keyakinan, serta secara cermat berargumentasi terakhir kalinya untuk kekekalan jiwa. 

Sebelum Socrates meminum racun sebagai hukuman yang harus dia terima, dia mengatakan satu pesan yang cukup menarik, yaitu:
"KENALILAH DIRIMU, KARENA KEMATIAN ADALAH KENIKMATAN ABADI". 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Socrates dan Daimonion-nya

Apa yang membuat Socrates konsisten melakoni urip in pepadhang sehingga berani melawan cara berpolitik polis yang ia taati? Socrates sangat setia dengan hukum polis sehingga meski tahu bahwa ia bisa melarikan diri dari hukuman tidak adil yang dijatuhkan padanya, toh ia menolak tawaran melarikan diri dari kawan-kawannya ( Kriton, 48a-54a). Di dalam buku Apologia Socrates sendiri menjelaskan bahwa hidupnya hanyalah mengikuti bisikan daimonion -nya. Dalam tulisan pada Apologia terjemahan dari Ioanes Rakhmat ( Apologia 31c-e), Socrates mengatakan demikian: "Tapi alasan aku mengapa demikian sudah kukemukakan (d) dibanyak tempat dan kalian sudah sering mendengarnya: bahwa aku kerap didatangi suatu suara ilahi (theion) atau suara daimonion tertentu, sesuatu yang disinggung dan dicemooh oleh Meletus dalam dakwaannya. Ini sudah terjadi sejak aku kanak-kanak: semacam suara yang datang, dan yang senantiasa, ketika mendatangiku, mencegahku melakukan sesuatu yang mau aku lakukan, namun

Simbol Phobia

Oleh: Taufik Hidayat Sejak lahirnya Islam yang di bawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, simbol-simbol keagamaan, budaya, dan bahasa sudah tidak asing lagi di kalangan bangsa arab. Hal tersebut terjadi karena pada waktu itu Muhammad dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan agama lain, seperti hal nya Yahudi dan Nasrani. Tetapi pada waktu itu, Muhammad dan para sahabat tidak phobia akan simbol-simbol tersebut, karena beliau tau bahwa simbol itu bagian dari identitas agama tertentu yang memang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan ini sebenarnya hanya dimiliki oleh agama Semitik yang memang adalah suatu agama yang lahir dari satu keturunan, yaitu Ibrahim. Melalui Ibrahim lahirlah dua sosok manusia yang menjadi lambang lahirnya peradaban agama Semitik hingga saat ini. Misalnya Ismail putra Hajar, dia adalah lambang dari lahirnya peradaban Islam, bagitupun Ishaq putra Sarah, dia adalah lambang lahirnya peradaban Yahudi dan Nasrani melalui keturunannya.  Dari sejar

Gnothi Sauton Nietzche

Dalam tulisan sebelumnya, saya sudah memaparkan pokok penting dari filsafat Nietzche yaitu, "Keulangkembalian abadi dari yang sama" (Die ewige Winderkehr des Gleichen). Keulangkembalian abadi dari yang sama ini membahas tentang bagaimana manusia harus berani menanggung apa yang tidak dapat diubah, melainkan juga harus mencintainya atau dengan istilah lain disebut sebagai Amor Fati .  Nietzche dalam filsafatnya juga berbicara  tentang "Gnothi Sauton" atau "Kenalilah Dirimu Sendiri" . Sebenarnya Gnothi Sauton  yang di kemukakan oleh Nietzche ini adalah salah satu pepatah dari Yunani kuno yang tertulis di pintu masuk Kuil Delphi Gnothi Seauton (kadang ditulis Gnothi Sauton, artinya kenalilah dirimu sendiri ). Apa yang menjadi maksud dari kenalilah dirimu sendiri ini? Bagi orang Yunani sendiri, tulisan ini memiliki makna yang religius. Dalam arti bahwa manusia diingatkan bahwa dirinya adalah manusia saat ia mau berkonsultasi pada dewa Apollo lewat