Langsung ke konten utama

Ismail atau Ishak?


Oleh: Taufik Hidayat

Beberapa hari lagi umat Islam akan melaksanakan perayaan Idul Adha atau Yaum an-nahr dalam rangka memperingati tentang kisah Ibrahim yang mendapatkan ujian iman dari Allah untuk mengorbankan anaknya. Idul Adha kerap kali menyisakan pertanyaan mendasar tentang siapa yang menjadi sosok yang paling benar dikurbankan. Apakah Ismail yang diyakini umat Islam atau Ishak yang diyakini umat Yahudi dan Kristiani? Pertanyaan ini sering kali diperdebatkan dikarenakan posisinya yang sangat penting untuk diakui sebagai sumber keteladanan pengorbanan.

Ibrahim juga merupakan tokoh kitab suci yang memiliki peranan penting dalam agama Ibrahimiah. Ibrahim dijadikan sebuah teladan iman yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh penganut agama Ibrahimiah ini. Mengenai pengorbanan Ibrahim, sebenarnya merupakan tema yang sudah tidak asing lagi, baik dari kalangan Yahudi, Kristiani, maupun Islam, meskipun pada akhirnya Ibrahim tidak jadi mengorbankan anaknya, melainkan digantikan oleh seekor domba. Akan tetapi kisah ini sangatlah minim di diskusikan dikalangan umat Islam dan menelusuri tentang siapa anak yang dikorbankan oleh Ibrahim, karena di dalam kalangan umat Islam, sebagian besar sudah jelas mengakui Ismail sebagai anak pengorbanan tersebut, meskipun di kalangan Islam awal masih ada dua pendapat yang berbeda tentang hal ini.

Pendapat pertama mengatakan bahwa Ismail lah yang dikorbankan oleh Ibrahim dan pendapat kedua menyatakan Ishak. Sebenarnya jika di lihat dalam konteks Al-Quran sendiri sesungguhnya tidak pernah menyebut secara eksplisit identitas anak yang dikorbankan oleh Ibrahim, apakah itu Ismail atau Ishak. Al-Quran juga tidak menyuguhkan secara detail kisah Ibrahim dengan anak yang dikorbankannya itu sehingga hal ini memunculkan beragam tafsir di kalangan Muslim Awal.

Para mufassir awal seperti Muqatil b. Sulaiman (w. 150/767) secara tegas dan jelas menyebutkan bahwa Ishak lah anak yang dikorbankan tersebut. Hal ini juga dikuatkan oleh tafsir Ath-Thabari hal. 883-885 no. 29573-29575. Disana juga secara tegas menjelaskan bahwa Ishak lah anak yang dikorbankan Ibrahim. Tabari juga mencatat dalam magnum opusnya Jami’ Al-Bayan fi ta-wil  sebanyak 17 riwayat yang mengidentifikasikan Ishak sebagai anak yang dikorbankan Ibrahim. Yang menarik juga, menurut Mun’im Sirry dalam bukunya Islam Revisionis mengatakan bahwa Thabari sendiri memilih pendapat yang mengakui Ishak sebagai korban. Ia memulai pendapatnya dengan kalimat “awla al-qaulain bi al-shawab” (pendapat yang paling mendekati kebenaran diantara keduanya). Pertimbangan Thabari semata didasarkan pada makna tekstual Al-Quran (‘ala dhahir al-tanzil).

Menurut Mun’im Sirry, pendapat lain yang pro-Ismail berawal dari masa Ibnu Taimiyah (w. 726/1328) yang kemudian dikukuhkan oleh muridnya Ibnu Katsir (w. 774/1373), pada abad keempat belas, identifikasi korban sebagai Ismail mendapat pengakuan luas dan diakui hingga sekarang oleh umat Muslim. Kemudian ditangan Ibnu Katsir pandangan yang pro-Ismail dipromosikan sebagai paham ortodoksi. Pendapat yang berbeda dituduh “kidzb wa buhtan” (bohong dan dusta).

Bagaimana dari pandangan kitab sebelum Al-Quran, yakni Alkitab (Taurat, Zabur, dan Injil)? Dalam Alkitab yang diyakini umat Yahudi dan Kristiani, anak yang dikorbankan Ibrahim sudah tidak ada perdebatan lagi karena sudah sangat jelas disana dikatakan bahwa Ishak lah anak yang dikorbankan tersebut. Salah satu contoh yang tertuang dalam Taurat dan Injil.

Firman-Nya: “Ambillah anaknya yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu” (Kejadian 22: 2).

“Karena iman maka Ibrahim, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal” (Ibrani 11: 17).

Dari kedua sumber inilah yang menjadikan tidak adanya perdebatan lagi antara umat Yahudi dan Kristiani karena secara detail juga sudah dikomentari dalam sumber-sumber Yahudi seperti Talmud.

Dari penjelasan di atas, saya menarik kesimpulan bahwa anak yang dikorbankan adalah Ishak dan bukan Ismail. Pendapat ini saya dasarkan dari beberapa alasan sebagai berikut:

Yang pertama, merujuk kepada Al-Quran sendiri yang tidak secara jelas menjelaskan tentang siapa anak yang dikorbankan tersebut. Kedua, banyak ulama yang lebih condong berpendapat bahwa Ishak lah anak yang akan dikorbankan Ibrahim seperti yang dijelaskan oleh Thabari, Muqatil b. Sulaiman, dari kalangan sahabat seperti Umar, Ali, Al-Abbas (paman Nabi), Ibn Mas’ud, Ka’ab al-Ahbar, dari kalangan tabiin seperti Qatadah, Said ibn Jubair, Masruq, Ikrimah, al-Zuhri, dan Al-Suddi. Ketiga, kisah pengorbanan Ibrahim ini berasal dari Taurat yang merupakan kitab orang Yahudi dan yang memiliki kisah ini, sehingga versi Yahudi lebih akurat dan bisa diakui. Keempat, Ismail merupakan putra Hajar yang adalah budak dari Sarah, sedangkan Ishak adalah putra Ibrahim sendiri dari istrinya langsung. Sehingga akan lebih masuk akal jika Allah akan menguji Ibrahim melalui anaknya langsung yakni Ishak.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Socrates dan Daimonion-nya

Apa yang membuat Socrates konsisten melakoni urip in pepadhang sehingga berani melawan cara berpolitik polis yang ia taati? Socrates sangat setia dengan hukum polis sehingga meski tahu bahwa ia bisa melarikan diri dari hukuman tidak adil yang dijatuhkan padanya, toh ia menolak tawaran melarikan diri dari kawan-kawannya ( Kriton, 48a-54a). Di dalam buku Apologia Socrates sendiri menjelaskan bahwa hidupnya hanyalah mengikuti bisikan daimonion -nya. Dalam tulisan pada Apologia terjemahan dari Ioanes Rakhmat ( Apologia 31c-e), Socrates mengatakan demikian: "Tapi alasan aku mengapa demikian sudah kukemukakan (d) dibanyak tempat dan kalian sudah sering mendengarnya: bahwa aku kerap didatangi suatu suara ilahi (theion) atau suara daimonion tertentu, sesuatu yang disinggung dan dicemooh oleh Meletus dalam dakwaannya. Ini sudah terjadi sejak aku kanak-kanak: semacam suara yang datang, dan yang senantiasa, ketika mendatangiku, mencegahku melakukan sesuatu yang mau aku lakukan, namun

Simbol Phobia

Oleh: Taufik Hidayat Sejak lahirnya Islam yang di bawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, simbol-simbol keagamaan, budaya, dan bahasa sudah tidak asing lagi di kalangan bangsa arab. Hal tersebut terjadi karena pada waktu itu Muhammad dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan agama lain, seperti hal nya Yahudi dan Nasrani. Tetapi pada waktu itu, Muhammad dan para sahabat tidak phobia akan simbol-simbol tersebut, karena beliau tau bahwa simbol itu bagian dari identitas agama tertentu yang memang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan ini sebenarnya hanya dimiliki oleh agama Semitik yang memang adalah suatu agama yang lahir dari satu keturunan, yaitu Ibrahim. Melalui Ibrahim lahirlah dua sosok manusia yang menjadi lambang lahirnya peradaban agama Semitik hingga saat ini. Misalnya Ismail putra Hajar, dia adalah lambang dari lahirnya peradaban Islam, bagitupun Ishaq putra Sarah, dia adalah lambang lahirnya peradaban Yahudi dan Nasrani melalui keturunannya.  Dari sejar

Gnothi Sauton Nietzche

Dalam tulisan sebelumnya, saya sudah memaparkan pokok penting dari filsafat Nietzche yaitu, "Keulangkembalian abadi dari yang sama" (Die ewige Winderkehr des Gleichen). Keulangkembalian abadi dari yang sama ini membahas tentang bagaimana manusia harus berani menanggung apa yang tidak dapat diubah, melainkan juga harus mencintainya atau dengan istilah lain disebut sebagai Amor Fati .  Nietzche dalam filsafatnya juga berbicara  tentang "Gnothi Sauton" atau "Kenalilah Dirimu Sendiri" . Sebenarnya Gnothi Sauton  yang di kemukakan oleh Nietzche ini adalah salah satu pepatah dari Yunani kuno yang tertulis di pintu masuk Kuil Delphi Gnothi Seauton (kadang ditulis Gnothi Sauton, artinya kenalilah dirimu sendiri ). Apa yang menjadi maksud dari kenalilah dirimu sendiri ini? Bagi orang Yunani sendiri, tulisan ini memiliki makna yang religius. Dalam arti bahwa manusia diingatkan bahwa dirinya adalah manusia saat ia mau berkonsultasi pada dewa Apollo lewat